Aceh Barat, (STAIN Meulaboh) – Dalam acara Intermediate Training (LK-II) Tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh HMI Cabang Blangpidie, Abi Syamsuar, Ketua STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh menyosialisasikan 3 (tiga) karya akademiknya pada Sabtu, 24 Mei 2025.

Adapun ketiga karya tersebut adalah, buku yang berjudul “Fiqh Siyasah dalam Bingkai Interreligius”, buku “Model Konsensus Penyelesaian Tindak Pidana”, dan buku “Teungku Chik Dirundeng: Menelisik Sejarah Kelahiran dan Perjuangan”.
Karya pertama yang dipresentasikan berjudul “Fiqh Siyasah dalam Bingkai Interreligius”. Buku tersebut mengkaji dinamika fikih politik dalam konteks pluralisme agama, dengan pendekatan interreligius yang menekankan pentingnya harmoni sosial dalam negara-bangsa.
Dr. Syamsuar menjelaskan bahwa pemahaman fikih tidak dapat dilepaskan dari realitas kebangsaan yang multikultural, dan oleh karena itu, perlu dirumuskan ulang dalam kerangka yang lebih inklusif dan dialogis. Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi hukum Islam dalam menyikapi isu-isu kebangsaan secara bijaksana.
Buku kedua yang disosialisasikan berjudul “Model Konsensus Penyelesaian Tindak Pidana”, yang berfokus pada pendekatan restoratif dalam penanganan kasus pidana. Karya ini merupakan hasil riset mendalam yang mengusulkan penerapan model konsensus dalam penyelesaian perkara pidana ringan, dengan mengedepankan prinsip keadilan restoratif.
Dr. Syamsuar menekankan bahwa sistem hukum nasional perlu memberikan ruang bagi penyelesaian yang lebih humanis, yang tidak semata-mata mengandalkan pendekatan retributif. Buku ini relevan untuk kalangan akademisi hukum, aparat penegak hukum, dan pembuat kebijakan.
Karya ketiga berjudul “Teungku Chik Dirundeng: Menelisik Sejarah Kelahiran dan Perjuangan” merupakan biografi intelektual dan historis dari salah satu tokoh ulama Aceh yang berpengaruh. Dalam buku ini, Dr. Syamsuar tidak hanya merekonstruksi perjalanan hidup Teungku Chik Dirundeng, tetapi juga mengulas kontribusinya dalam pendidikan dan perjuangan kemerdekaan.
Sosialisasi buku ini menjadi sangat bermakna karena memperkuat narasi lokal dalam historiografi nasional, serta mengangkat kembali tokoh-tokoh yang mulai terlupakan.
Dr. Syamsuar menjelaskan bagaimana pentingnya menjadi akademisi yang produktif dalam pengembangan keilmuan. Produktivitas akademisi diukur dari ragam publikasi yang diterbitkan untuk diseminasi keilmuan dan serta memberikan pencerahan bagi masyarakat.
Kegiatan dihadiri oleh peserta dari berbagai daerah seperti Padang (Sumatera Barat), Pekanbaru (Riau), Deli Serdang (Sumatera Utara), dan wilayah Aceh. Keberagaman asal peserta menunjukkan tingginya animo dan kepedulian mahasiswa terhadap pengembangan intelektual lintas daerah.
Salah seorang peserta menyatakan bahwa diskusi berjalan lancar. Interaksi antara pemateri dan peserta berlangsung interaktif, menciptakan ruang diskusi yang dinamis dan konstruktif. Sosialisasi buku dalam forum nasional menjadi bukti konkret bahwa ruang-ruang pelatihan organisasi mahasiswa dapat bertransformasi menjadi wahana diseminasi keilmuan yang strategis.
Peserta dari Padang, Agra, menyampaikan apresiasinya atas kegiatan ini. Sosialisasi buku ini sangat menginspirasi, ami melihat langsung bagaimana seorang akademisi bisa berkontribusi secara nyata dalam menciptakan literatur yang bermakna dan aplikatif. Buku-buku yang dipaparkan bukan hanya kaya akan teori, tetapi juga menawarkan solusi konkret terhadap persoalan sosial dan hukum di Indonesia.
Melalui kegiatan tersebut, terlihat bahwa penyebarluasan karya ilmiah tidak hanya dapat dilakukan melalui jalur formal akademik seperti seminar atau konferensi, tetapi juga melalui forum-forum pelatihan organisasi yang memiliki jangkauan luas dan partisipasi lintas daerah.
Sosialisasi karya akademik oleh Dr. Syamsuar dalam forum LK-II HMI ini menjadi contoh praktik baik dalam membumikan ilmu pengetahuan ke tengah masyarakat, sekaligus membentuk budaya literasi yang lebih kuat di kalangan generasi muda.[]