DEMA STAIN Meulaboh Gelar Diskusi Publik Terkait Pilkada Aceh 2024

Meulaboh – Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh menyelenggarakan diskusi publik tentang Pilkada Aceh 2024 yang menyangkut isu strategis termasuk perihal wajah peta jalan pembangunan Aceh kini dan berkenaan dengan kemunculan figur sosok para bakal calon Gubernur Aceh yang hadir dengan harapan sebagai solusi jawaban dari berbagai persoalan Aceh mulai dari masalah pengangguran, ketimpangan sosial, pendidikan, kemiskinan, pemerataan pembangunan serta nasib keberlangsungan Dana Otsus yang beberapa tahun kedepan akan segera berakhir.

Kegiatan yang berlangsung di aula gedung pendidikan terintegrasi pada Rabu, 7 Agustus 2024 itu dibuka langsung oleh Dr. Syamsuar M.Ag selaku Ketua STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh dengan menghadirkan para narasumber. Diantaranya, Jefrie Maulana, S.H, M.H Akademisi Universitas Teuku Umar. Pemerhati Politi, Yudhi Fahrimal, S.I.Kom, M.I.Kom serta Aktivis Pemuda dan Perempuan Aceh Barat Anisah yang sekarang juga menjabat sebagai Ketua KOHATI HMI Cabang Meulaboh.

Dalam Acara yang bertajuk For You Aceh, “mengupas kelayakan Bacalon Kepala Daerah 2024, Benarkah Aceh Telah Salah Urus?!”, dihadiri oleh seratusan peserta masing-masing berasal dari berbagai elemen pemuda dan mahasiswa diantaranya HMI, KNPI, IMM, KAHMI, FORHATI, KOHATI, PEMA UTU, DPM UTU, SEMA STAIN, DPM FISIP, BEM Ekonomi, Pemuda Muhammadiyah, HMJ dan HMP Se-lingkup kampus STAIN Meulaboh dengan tujuan sebagai bentuk salah satu usaha meningkatkan pemahaman terkait pemilihan kepala daerah sesuai kebutuhan dan harapan pemuda-mahasiswa Aceh dimasa mendatang.

Ketua Umum DEMA, Vazil dalam sambutannya menekankan bahwa kampus merupakan laboratorium pendidikan dan pusat kajian termasuk kajian perkembangan dinamika politik dan Pembangunan Daerah perlu untuk dibuka ruang-ruang forum diskusi dan dialektika yang membangun.

“Kalau kita mau bicara arah bangsa kita mulai bicara diruang-ruang kampus, pun begitu dengan daerah, ditambah lagi momen pilkada kali ini akan diikuti oleh sebagian besar oleh Gen-Z dan milenial,” ujar Vazil.

“Labilitas dan apatisme soal memilih kepala daerah di tengah mahasiswa terjadi karna kurangnya pengetahuan dan pendidikan politik yang diperoleh. Apabila ini terus terjadi akan membuat bangsa ini semakin layu,” tambahnya.

Disamping itu, dalam paparannya, Yudhi Fahrimal menyampaikan pandangan perihal tantangan Aceh kedepan, yaitu kesehatan, kemiskinan, kerusakan lingkungan, pendidikan dan keadilan sosial. Ia menyebutkan APBA murni Aceh sangat kecil sehingga membutuhkan Otsus yang permanen, hal ini harus direvisi dalam UUPA.

Pada poin selanjutnya, Yudhi Fahrimal juga menyinggung terkait minyak gas, izin konsesi tambang dan kesetaraan Gender. Meskipun kita ketahui perputaran uang cepat itu di perusahaan tambang, tapi efek tambang yang kita rasakan hari ini adalah panas yang berlebihan karna tanah hasil tambang melepaskan karbon dan ini perlu menjadi atensi semua pihak kedepannya.

Yudhi melanjutkan, terkait karateristik Pemimpin Aceh kedepan semestinya harus memiliki kapabilitas dalam artian memiliki daya pikir visioner dan memiliki intergritas. Kedua, adanya sinkronisasi kebijakan serta perencanaan program jangka panjang dan jangka menengah diantara Aceh dan Pemerintah Pusat. Ketiga, balencing diantara birokrasi, legislative dan ulama yang memiliki hubungan komunikasi selaras didalam berbicara pembangunan Aceh untuk jangka panjang, terakhir menyangkut perihal etika lingkungan yang perlu diperhatikan secara serius.

Sementara itu, menurut Jefrie Maulana. Aceh punya kewenangan untuk daerahnya, namun batasannya hanya pada kewenangan absolute saja yang tidak mungkin Aceh mengurusi seperti urusan agama tertentu, moneter dan sebagainya. Apabila dana Otsus Aceh berakhir maka akan membuat pembangunan Aceh melemah.

“Kalau Otsus benar-benar berakhir kita akan semakin melemah, bisa menjadi daerah termiskin yang tidak hanya di Sumatera. Sehingga dana Otsus harus diperpanjang dan dipermanenkan, karena pembangunan Aceh masih bergantung dengan DOKA,” ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum HMI Cabang Meulaboh, Aris Munandar yang ikut hadir pada diskusi tersebut menyatakan bahwa apabila dana Otsus benar berakhir maka Pemerintah Aceh tentunya harus menciptakan alternatif pendanaan daerah melalui potensi alam yang dimiliki Aceh.

“Kita fikir pemerintah harus siap soal itu dan barsela harus dipersiapkan sebagai kawasan industri berbasis Agro terutama sektor perkebunanannya,” tambah Aris Munandar.

Disamping itu, Anisah sebagai aktivis pemuda dan keterwakilan perempuan menyampaikan harapannya bahwa sudah saatnya Aceh dipimpin oleh figur yang hadir sebagai ujung tombak pembangunan yang dapat memberikan jawaban atas segala tantangan Aceh kedepan pasca Aceh damai.

“Aceh butuh figur kepala daerah yang paham isu sosial, politik dan ekonomi dan linkers hingga kepusat, kita tidak bicara orangnya, namun figur kedepannya penting untuk keberlangsungan pembangunan Aceh,” tutupnya.[]

HUMAS – STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh
Kontributor – DEMA

Tags