STAIN MEULABOH- Jurusan Dakwah dan Komunikasi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, melakukan kajian Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Kamis, 10 November 2022, di aula kampus setempat.
Workshop review kurikulum implementasi merdeka belajar kampus merdeka yang berlangsung secara luring dan daring itu, diikuti 60 peserta dari unsur dosen, mahasiswa, alumni dan dunia kerja.
Menghadirkan tiga pemateri, yaitu Dr. Abdur Rozaki, M.Si dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Azman, M.I.Kom dan Nurullah, MA dari UIN Ar-Raniry.
Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama, Syibran Mulasi, MA mengatakan, peninjauan kembali kurikulum untuk menyesuaikan dengan format MBKM sangat penting, karena lapangan kerja semakin terbuka.
Disamping itu, tanggungjawab kampus pun bukan hanya sebatas meluluskan mahasiswa, namun juga seberapa cepat diterima dalam dunia kerja.
“Hal itu menjadi salah satu tolak ukur akreditasi prodi,” ujar Syibran.
Ia menambahkan, dengan MBKM, mahasiswa juga dapat mengasah wawasan dengan belajar pada prodi dan perguruan tinggi lain.
Ketua Jurusan Dakwah dan Komunikasi Islam, Muhammad Azhari, M.Ag mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran utuh bagi jurusan dan prodi tentang mekanisme implementasi MBKM.
“Sehingga nantinya masing-masing prodi dapat menyesuaikan kurikulum yang berbasis MBKM,” ujarnya.
Azhari mengatakan, meski belum ada pedoman umum MBKM di tingkat institusi, namun setidaknya jurusan dan prodi telah memiliki kesiapan ketika kurikulum MBKM diberlakukan tahun 2023.
Dalam materinya, dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Ar-Raniry, Azman, menyampaikan, pelaksanaan MBKM harus dimulai dari institusi, dengan menyiapkan pedoman yang jelas.
Pedoman tersebut nantinya akan menjadi rujukan jurusan dan program studi.Selain itu, juga perlu dipikirkan tentang pembiayaan pada beberapa perkuliahan yang harus melibatkan pihak lain.
“Bagi mahasiswa KPI, MBKM memberikan peluang besar untuk mengembangkan potensi mereka,” kata Azman.
Menurutnya, dengan MBKM, kampus dituntut untuk menyiapkan para lulusan yang siap bersaing di dunia kerja.
Hanya saja, lanjut Azman, seberapa siap kampus untuk menjalankan MBKM. Terutama mahasiswa, karena MBKM memfokuskan perkuliahan pada mahasiswa secara penuh. Dosen hanya memfasilitasi kebutuhan mahasiswa.
“Dengan MBKM, dosen juga dituntut untuk terus mengembangkan diri, agar mampu menyesuaikan pola pendidikan dengan kebutuhan mahasiswa,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Abdur Rozaki, bahwa pelaksanaan MBKM tidaklah mudah untuk PPTKIN. Banyak hal yang harus dibenah, terutama kurikulum, dan anggaran. Oleh karenanya, tidak semua PTKIN melaksanakan MBKM.
“Di Kemendikbud, MBKM lebih mudah dilaksanakan, karena mendapat dukungan dana yang besar,” ungkapnya.
Rozaki menyampaikan, konsep MBKM harus diniatkan agar kampus mampu menghasilkan inovator, bukan provokator. Terlebih dengan kondisi Indonesia hari ini.
Sementara itu, Nurullah menyampaikan, dalam perumusan kurikulum MBKM, prodi harus benar-benar memperhatikan capaian pembelajaran.
“MBKM merupakan kewajiban dan tanggung jawab kampus dalam menyiapkan berbagai fasilitas perkuliahan kepada mahasiswa,” ucapnya.[]