HUMAS, STAIN Meulaboh- Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, membahas hubungan Aceh dan Turki pada abad 16-17 masehi. Pembahasan hubungan dua kekuatan Islam di masa itu dilakukan pada Website Seminar (Webinar) sesi ketiga, melalui google meet, Selasa, 30 Juni 2020.
Webinar Internasional dengan tema Tracing the History of Relationship Between Aceh and Turkey itu, dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) bersama Unit Pelaksana Teknis Teknologi, Informasi dan Pangkalan Data (UPT-TIPD) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.
Menghadirkan dua pembicara, yaitu dosen sekaligus peneliti Antropologi dan Sosiologi dari Universitas Ibn Haldun Istanbul-Turkey, Mehmet Ozay dan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Hermansyah, yang juga Filolog Aceh.
Dalam paparanya, Mehmet Ozay menyampaikan, hubungan Aceh dan Turki sebuah bentuk diplomasi dua kekuatan Islam yang besar pada abad ke 16 sampai 17 Masehi. Ia menyanggah pendapat yang menyatakan hubungan Aceh dan Turki hanya bersifat hirarki.
Menurutnya, hubungan Aceh dengan Turki sudah terjadi sejak abad 13-20 masehi. Dimana dalam kurun waktu tersebut pengaruh Turki di Aceh sangat kuat, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Mehmet menyebutkan, salah satu tokoh Turki yang memiliki andil besar dalam perkembangan pengetahuan di Aceh adalah Baba Daud Ar Rumi.
“Dimana keberadaan Ar Rumi, menunjukkan pengaruh intelektual Turki bagi Aceh sangat besar,” kata Mehmet kepada puluhan peserta.
Mehmet merasa bangga bisa tampil pada Webinar pertama yang diadakan di Aceh dan membahas tentang studi antara Aceh dan Turki.
“Terimakasih saya kepada STAIN Meulaboh yang telah mengundang untuk membahas tentang studi antara Aceh dan Turki,” ucap Mehmet dalam Bahasa Indonesia yang kurang fasih.
Webinar yang memadukan Bahasa Inggris dan Indonesia tersebut, dipandu Kepala Lembaga Bahasa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Tuti Hidayati. Kegiatan yang berlangsung satu jam lebih itu, diikuti oleh peserta dari Aceh, Indonesia dan Malaysia.
Sementara Hermansyah menyampaikan, hubungan Aceh dan Turki sebagai hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Dimana antara keduanya selain karena faktor keislaman, juga pernah bersama berperan sebagai pengusir Portugis dari Selat Malaka kala itu.
Ia berpendapat, hubungan Aceh dengan Turki sudah dimulai sejak Kerajaan Samudera Pasai. Namun ia menyayangkan, studi tentang itu masih sangat minim.
“Padahal kedua kerajaan ini penting untuk mendapatkan perhatian, karena itu studi Aceh dan Turki harus diteruskan,” terangnya.
Menurut Herman, ada dua penyebab besar bukti sejarah di Aceh sering redup. Bencana alam dan sosial (konflik).
“Untuk ke depan, mari sama-sama kita saling menjaga sejarah tentang jejak Aceh dan Turki agar tidak pudar ditelan masa,” ajaknya.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Ade Kurniawan mengatakan, pada Webinar sesi ketiga ini, pihaknya sengaja mengangkat tema ke-Acehan yang bersifat global dengan pembicara internasional.
“Sekaligus sebagai bentuk promosi kampus ke dunia luar,” ujarnya.
Ade menyampaikan, untuk ke depan, pihaknya telah merancang beberapa tema Webinar untuk menghadirkan kembali pemateri-pemateri dari luar negeri, dengan berbagai bidang keilmuan.
“Sehingga khazanah keilmuan di STAIN Meulaboh dan PTKIN secara umum, kian berkembang,” tuturnya.[*]