TIPD, STAIN Meulaboh – Budayawan Melayu Riau, Marhalim Zaini, mengisi kuliah tamu di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Selasa 20 Agustus 2019.
Kegiatan yang difasilitasi lembaga Pusat Pengembangan, Penelitian dan Pengabdian (P3M) kampus setempat, bertujuan untuk mendorong semangat menulis akademisi PTKIN di Barat Selatan ini.
Kepala P3M STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Ade Kurniawan menyebutkan, kuliah tamu dan kegiatan literasi lainnya akan menjadi prioritas pihaknya untuk meningkatkan publikasi para dosen.
“Bang Marhalim ini juga aktif menulis di beberapa media nasional,” ujar Ade.
Dalam orasi singkatnya di hadapan puluhan dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Marhalim menceritakan perjalanan panjangnya menjadi seorang penulis dan budayawan dari sejak di Jogjakarta. Menurutnya, cara termudah untuk menulis adalah dengan menuliskan perjalanan hidup diri sendiri.
“Saya melihat Aceh ini sebagai sesuatu yang sangat menarik. Sepanjang jalan saya kemari, begitu banyak puisi yang mungkin tercipta tentang Aceh,” ungkapnya.
Marhalim Zaini merupakan budayawan dan sastrawan yang aktif di dunia literasi. Laki-laki kelahiran Teluk Pambang Bengkalis Riau, 15 Januari 1976 ini, alumnus Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Karya-karyanya berupa puisi, cerpen, esai budaya, resensi, naskah drama, juga cerbung dipublikasikan ke berbagai media massa lokal, nasional, dan internasional. Di antaranya Kompas, Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, Republika, Koran Tempo, Jurnal Puisi, Jawa Pos, Bali Post, Surabaya Pos, Lampung Post, Riau Pos, Majalah Budaya Sagang, Pustakamaya (Malaysia), dan Prince Claus Fund Journal Netherlands, dan lainnya.
Selain itu, ia juga aktif menulis buku, di antaranya, Segantang Bintang Sepasang Bulan (Kumpulan Sajak, 2003), Di Bawah Payung Tragedi (Kumpulan Drama, 2003). Langgam Negeri Puisi (Kumpulan Sajak, 2004), Tubuh Teater (Kumpulan Esai, 2004), Getah Bunga Rimba (sebuah Novel yang menerima Penghargaan Utama Ganti Award dari Yayasan Bandar Serai, 2005). Sebuah Novel Hikayat Kampung Mati, di muat bersambung di Harian Riau Pos (2005). Ia juga pernah diundang ke Ubud Write and Reader Festival Bali, tahun 2005 sebuah ajang bergengsi bagi penulis se-Indonesia.
Bagi Marhalim, membaca dan menulis ibarat kakak beradik yang dapat dipisahkan. Semakin banyak seseorang membaca, maka akan semakin mudah dalam menuangkannya dalam tulisan. Menulisnya jadi cair.
“Hanya saja, kita hari ini berada pada kondisi masyarakat yang malas membaca,” tekannya.
Untuk permasalahan tersebut, Marhalim punya cara tersendiri. Ia biasanya memulai menulis sesuatu, baru kemudian membaca banyak referensi terkait apa yang mau dituliskan.
“Polanya dibalik. Kalau biasanya membaca dulu baru nulis, dan membuat kebanyakan orang malas, dibalik, nulis dulu baru membaca sesuai kebutuhan isi tulisan kita,” papar pendiri komunitas teater SuKuk di Pekanbaru. []