STAIN | Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh Rafli, bersama Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Fajran Zain, memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh, Rabu 9 Nopember 2016 di aula kampus setempat.
Kegiatan dengan tema “KKR Aceh dan Perdamaian Berkelanjutan” tersebut, dihadiri ratusan peserta dari dosen dan mahasiswa perwakilan kampus di Aceh Barat.
Rafli mengungkapkan, perdamaian Aceh merupakan tanggungjawab bersama seluruh masyarakat Aceh, yang harus dijaga dan dirawat dengan pemikiran kontruktif dan produktif. Karenanya ia berpesan, pemipmpin Aceh ke depan haruslah orang-orang yang memiliki itikat membangun kembali rasa ke-Acehan.
“Secara pribadi, sebelum terpilih sebagai anggota DPD RI, ajakan untuk menjaga damai di bumi Aceh tercinta ini telah sering saya sampaikan dalam syair-syair lagu saya,” ujar Rafli, seraya menyanyikan dua bait lagu “Ubat Hate”.
Sementara itu, Fajran Zain menyampaikan, KKR Aceh merupakan amanah dari nota kesepahaman damai Aceh Helsinki, yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh telah disahkan tiga tahun lalu.
“Pembentukan lembaga ini penting, selain mengungkap kebenaran juga untuk mencegah tidak terjadi lagi kekerasan di tengah masyarakat,” paparnya.
Ia mengatakan, berdasarkan pendataan yang dilakukan pihaknya di lapangan, makna keadilan yang diharapkan masyarakat korban konflik sangat beragam. Hal ini nantinya akan memberikan tantangan tersendiri bagi KKR Aceh dalam melakukan pendataan dan memaparkan kebenaran.
Fajran menceritakan, ada masyarakat korban konflik yang ditemui pihaknya, berharap agar kejadian masa lalu yang telah merenggut anggota keluarganya tak terulang di masa mendatang. Ada juga yang mempertanyakan penerimaannya secara sosial karena fisiknya cacat.
“Semua itu merupakan bentuk keadilan yang diharapakan masyarakat korban konflik, dalam bentuk berbeda-beda,” jelas Fajran.
Kuliah umum ini juga diiringi pemutaran film tentang kekerasan konflik Aceh serta cuplikan-cuplikan komentar-komentar para korban konflik yang menuntut keadilan.[]